Skip to main content

Posts

Showing posts from 2008

Untuk : Amandha anjaswatie handanie

Nda yang aku cintai… Aku hanya ingin mengungkap cinta hatiku padamu nda, sejauh ini…sepanjang roman yang kumiliki hingga hari ini…dan nafas, yang menyimpan seribu pengakuan. Aku memilih nafas untuk mengendapkan seluruh yang aku rasakan, sebaik-baiknya perasaan, sebab nafas tak memilih perasaan apapun tapi menyimpan kepekaan yang dalam, aku sering mengenali dari nafasmu nda, saat kita sedekat kemarin. Aku selalu ungkapkan apa yang aku rasakan padamu, disiang hari dan malam saat hening, aku selalu ingin nda tahu bagaimana aku merangkak dalam kepekatan. Bolamata school yang menjaga nafas idealisme masa lalu itu sudah tidak serupa bayanganku, ia terlalu berat menanggung kepekaannya sendiri. Nda tahu kan bahwa ada banyak orang yang pergi karena mereka terlalu berat menanggung cinta yang nisbi, cinta yang tidak dapat mereka peroleh dimana-mana, cinta yang hanya serupa gaung, cinta yang membuat mereka selalu menderita, cinta yang seperti roman fiksi dalam literasi. Sebagian menganggapnya bahw

Perhentian itu adalah

Di perhentian, dimana aku menemukanmu dalam gelap Berjibaku dengan apa yang kutorehkan pada sejarah nafas hidup Membuatku merasa bahwa hidup ini terlalu indah untuk dilepaskan Bersamamu, di sudut, dimana kau telah merayu hatiku Ada alasan kenapa aku menaruh curiga pada senyummu Yang mengandung serentetan kepekaan kelembutan, dan Bagaimana bisa aku terus-terusan memujamu seperti ini? Hatiku pergi, berlari padamu Saat aku menyentuh nafasmu, jiwaku berkata dengan bahasa yang aneh : “bersamamu, aku menginginkan lebih banyak roman!”*) Dan burung-burung gagap hinggap ditangkai yang kokoh Ia bukan hanya terlelap, tapi berdoa bersamaku Diperhentian, dan aku selalu merasa berada diperhentian ketika aku memelukmu Kemudian aku memiliki jalan untuk pulang Kau teduh, menggauliku dengan kekuatan, dan alasan mengapa jalan sepanjang saat ini. Tentu, jika aku berhenti saat lelah dan puitis, aku hanya ingin berada di perhentian yang kau punya. kau mengilhami banyak hal padaku Tentang cara berlari mengej

Tapi kamu pergi diam-diam

aku seharusnya menyadari dari awal bahwa kamu belum memahami tentang kerjasama kita sepenuhnya, dan ada banyak orang sepertimu : teman-teman terbaikku, ah…sudahlah, mereka telah pergi, ini bukan salah mereka, tetapi salahku yang kadang mengabaikan mereka, kadang membuat mereka terjerat kesulitan, kadang mereka terlibat dengan lintasan berbahaya yang aku punya, kadang membuat mereka tidak mengerti dengan rencana dalam pikiranku. Kamu tahu? Bahwa aku tidak sepenuhnya bisa mengendalikan mereka, mereka punya hidup, mereka boleh mengabaikan semangatku, mereka boleh menghantamku, mereka boleh berkhianat, mereka boleh mencintaiku sekaligus membenciku, mereka boleh membicarakan semua detail tentangku, dan mereka boleh tidak setuju dengan beberapa ide yang aku punya, termasuk, mereka boleh pergi kapanpun. Sekalipun telah aku katakan dalam fase tertentu bahwa aku mencintai mereka sepenuhnya, mereka sulit untuk aku dapatkan: orang yang mengerti tentang rencana-rencana kita dari awal. Teman-teman

LET’S GROW THE GREEN

“sauve qui peut (selamatlah mereka yang dapat menyelamatkan diri), begitulah bunyi motto baru itu. Tetapi siapakah yang bisa menyelamatkan dirinya sendiri? Kemenangan kapitalisme sama sekali tidak mendatangkan ‘akhir sejarah’, seperti yang diproklamasikan oleh Filsuf Amerika Utara, Francis Fukuyama, pada tahun 1989, melainkan baru merupakan akhir dari sebuah proyek, yang dengan begitu berani disebut ‘Modernitas’. Zaman telah mulai berubah; bukan kemajuan dan peningkatan kesejahteraan melainkan disintegrasi, kehancuran ekologi dan degenerasi kultural yang dengan cepat membentuk kehidupan sehari-hari dari bagian terbesar umat manusia.” (Hans Peter Martin & Herald Schumann – Jebakan Global) “Dan demikian juga paradoks: usaha sosial apapun yang menjamin dan mengembangkan pilihan-pilihan dan kebebasan manusia dimasa depan, jika mau berhasil, harus melindungi dan menjamin sebanyak mungkin kekayaan dan keragaman hayati dari apa yang sudah ada, yaitu masa lalu. Pendekatan seperti itu mend

Idul fitri ini terlalu sepi untukku

Aku berangkat ke Cirebon untuk menghela nafas setelah rima yang ketat kemarin; lingkar sebelumnya adalah perusahaan pertanian yang telah kehilangan investasi sebesar 200 juta lebih, dan aku memimpin setiap perilaku ganas dari trik dan intrik oring-orang perusahaan tersebut; para insinyur dan jebolan berbagai latar belakang pengusaha. Mereka bermain, dengan kekuatan kepentingan yang berlebih, yang pada akhirnya aku sadar bahwa kemarin aku terlalu berkutan dengan serentetan keberanian yang sekarang telah memuai, sekarang aku memiliki tanggungjawab kerugian yang begitu tidak rasional, dan mereka; layaknya seorang pengusaha, berusaha mengelit dari setiap kejadian sebagai sebuah tanggungjawab, apa namanya kalau bukan cuci tangan. Rasanya aku ingin bicara dengan sepenuh perasaan ini :”cucilah tanganmu sampai kamu merasa benar-benar bersih, dan tentu aman dari segala tagihan!” Sekalipun begitu : aku memiliki peluang dengan tawaran yang baik; kredit modal kerja lebih besar dari nilai investasi

untukmu : hidup

nafas seperti pedang memburu, ia terus berkelebat menghunus jantungmu, hingga nafas itu membeku; aku kemudian mati: dengan cara apapun. tulisan ini hanya dipersembahkan kepadamu : kalian yang pernah ada disepanjang labirin hidupku, yang pernah menyakitiku, membenamkan kepalaku, menghantam mukaku, menciumku, memelukku, tersenyum, dan tertawa denganku, membenciku, menolongku hingga kalian menderita sendiri, mengabaikanku, membuatku merasa kecil, membuatku menjadi sombong. aku akan katakan bahwa aku masih manusia seperti kalian...yang kata dan tindakannya bisa saja meleset.

Rima Murung

Melayat hari-hari seperti melihat ribuan duka memanjang, kesulitan yang entah berapa panjang lagi akan kuarungi, aku mendapati banyak sekali kabar murung, hentakan, denyutan seperti detak saat jantungmu terbakar. Kengerian ini seperti janji masa lalu yang pernah ada pada masa kanak-kanak dulu; aku pernah membayangkannya pada saat itu, saat dimana aku masih bocah SD di Muntilan Magelang, ya, aku ingat : aku pernah membayangkan kegerian orang dewasa; sepertiku sekarang ini. Aku pernah ingat temanku seorang psikiater bernama Mahmudim pernah bilang bahwa aku akan sanggup melalui fase seburuk apapun, jika aku merasa tidak mampu, itu hanya getar saja, sesungguhnya tidak sengeri itu; ia yakin bahwa Tuhan baik padaku dengan memilihkan peperangan untukku sendiri, dan setiap orang memilih peperangannya sendiri. Mfuuuh…, rasanya terlalu lelah untuk aku imbangi rimanya. Jalannya terlalu gelap dan penuh dengan bahaya. Dan tentu, terlalu panjang bagiku, bertahun-tahun sudah gelap ini, hanya itu yan