Skip to main content

ditulis oleh ibu

1. Waktu yang terlewat menyadarkan aku  akan banyak hal, Ribuan gundah hampir tak mampu terbendung disini, kisah tercipta dari setiap langkah yang ditapakkan membentuk harmoni yang aku sendiri hampir tak mengenalinya. Sungguh.. aku tak menginginkan wujud yang seperti ini. Yang menyakiti hatiku hatimu hati kita.

Nampaknya aku sudah jatuh cinta, cinta yang jika aku diminta untuk menerjemahkannya, maka aku tak bisa menjabarkannya. Dia memberikanku puisi tentang balon hijau dan sipatu gelang setelah aku menodongnya,  Rasanya aneh;  ini salahku` krn aku yg  meminta.

Aku ingat 24 wajah oleh Billy yang sudah usang, yang sudah tak beraturan, tapi aku memungutnya dari tong sampah hanya krn aku teringat banyak wajahku untuknya. Rasanya ingin langsung membacanya sampai habis pada malam itu juga. Hmffhhh,,,



2. Dengan segala keterbatasan pengetahuanku akan dunia, dengan segala sesuatu yang sudah aku miliki, dan dengan kenyataan yang begitu membumi. Aku hampir tidak dapat menerka lukisan abstrak berbingkai yang ada dihadapanku saat ini, setiap orang memiliki seninya sendiri dalam  menangkap setiap indra.

Aku sakit kepala waktu marah tempo hari
Bodohnya; aku hampir tidak tau marahku bermakna apa, mungkin ini wujudnya; tapi aku meyakini kalau kemarin hanya merahmu saja. terlepas dari itu semua ada banyak berguguran sesuatu yang sudah aku bangun sejauh ini, tepatnya hampir runtuh, dengan satu tiupan saja sudah dapat rata dengan tanah.


(ditulis oleh ibu)

Comments

Popular posts from this blog

Untuk : Amandha anjaswatie handanie

Nda yang aku cintai… Aku hanya ingin mengungkap cinta hatiku padamu nda, sejauh ini…sepanjang roman yang kumiliki hingga hari ini…dan nafas, yang menyimpan seribu pengakuan. Aku memilih nafas untuk mengendapkan seluruh yang aku rasakan, sebaik-baiknya perasaan, sebab nafas tak memilih perasaan apapun tapi menyimpan kepekaan yang dalam, aku sering mengenali dari nafasmu nda, saat kita sedekat kemarin. Aku selalu ungkapkan apa yang aku rasakan padamu, disiang hari dan malam saat hening, aku selalu ingin nda tahu bagaimana aku merangkak dalam kepekatan. Bolamata school yang menjaga nafas idealisme masa lalu itu sudah tidak serupa bayanganku, ia terlalu berat menanggung kepekaannya sendiri. Nda tahu kan bahwa ada banyak orang yang pergi karena mereka terlalu berat menanggung cinta yang nisbi, cinta yang tidak dapat mereka peroleh dimana-mana, cinta yang hanya serupa gaung, cinta yang membuat mereka selalu menderita, cinta yang seperti roman fiksi dalam literasi. Sebagian menganggapnya bahw...

Sudahlah, tak ada apapun untuk bercermin…

Langit seperti tanaman hias yang membentang Menyerupai kolam berisi koi dan mujaer Di pematang, tuhan berjalan Bersama para belut dan binatang lumpur Tetapi laut dipenuhi katak dan belalang berenang Lalu mobil lalu-lalang Awan berdeburan bersama para peselancar yang Keringatnya menyerupai buih solar dan lotion pelumas Gunung, pada dataran yang aneh, sepadan dengan garis laut Hiruk pikuk bersama tante gemerlap yang belanja ayam siap saji Ada kota, yang kita sebut kota sebagai tempat paling beradab Tempat segala ada, ada segala tempat, tempat ada segala Semen basah, serok memupuk organ belukar menjadi beton Diujung langit sana, tinggi, tinggi sekali Para pelancong melancong sesuatu yang semestinya tidak dilancong Pengembara dari belahan bumi masghul, sebab tanah ini adalah tanah Pribumi yang dahulunya sebagai pelancong, kemudian mereka congkak Bangsat bertepi disisian waktu Merona karena alat kelaminnya menyerupai wajah lutung menyeringai Wajah-wajah menyepuh lantaran ketahuan sedang org...

Begitulah kota

Selamat datang dimimpi masa depan Dengan ribuan ruang inap berderet-deret Menyetubuhi alam dengan jutaan sinar malam hari Seolah malam tak pernah didambakan Begitulah kota. Dari sini, dari ketinggian sebuah gedung Aku melihat kamu dan jutaan kehidupan dibawah sana; mereka tidak pernah menepi, berdesak-desakan, dan melabrak nasib pada dinding-dinding kota. Begitulah kota, sayangku. Kota selalu menolak malam; ia selalu hidup, bergairah, muda, ketat dan sexy; seperti matamu. Kota juga berbahaya; sebab ia tak kenal siapapun; ia hanya tahu bahwa dialah sebuah ambisi nyata. Dan begitulah kota. Begitulah kota sayangku,  dengan ribuan gedung-gedung sombong dan jutaan kerlap-kerlip penghibur.  Kota tak mengenalku sayang, hanya kamu. Maka, yang menarik dari kota ini hanyalah, karena kamu tinggal didalamnya. Dan, begitulah aku. Jakarta, 2011 Agusgoh.