Skip to main content

Perang Yang Takkan Pernah Kita Menangkan*

Gelombang sakralisasi Rockefeller meriak , ribuan borjuasi bomber bersembunyi dalam ketiak , apa yang kalian pahami tentang jatah arak?, Diatas meja starbuck dengan ribuan gelak, Apa bedanya dasimu dengan usus para martir perang yang berurai?, Memamah setiap sudut kepekatan belukar, Serta ribuan nyawa, nyawa yang kau tukar dengan setumpuk kelakar atas nama ekonomi liberal, apapun dalihmu, dalih tentang fluktuasi angka dalam papan bursa saham, sama saja dengan lubang pantat retorika warfound ala hitler, mengalih nama dan angka-angka kedalam brangkas George soros hingga teler. Aku tak akan mengenang nama besarmu kecuali kau tertimbun dalam kakus neraka yang sama sekali tak kau kenali, tanpa tanah pemakaman digali, dengan ribuan tonjokkan Muhammad ali, yang tangan dan kakimu terikat dalam tali, dan setelahnya tanpa bisa mengakali.

Anjing! Serapah mengayuh dengan ribuan dentuman meriam di Gaza, tank yang kalian ciptakan serupa himbauan jalan ketiga giddens, dengan jatah neraka masing-masing, dalam moncong peluru, yang kepala dan nyawamu diburu. Dalam metaforisme Nietzsche, bumi memakan sampahnya sendiri, dan Mr.Bush yang pernah kau harapkan mengebiri teori Gandhi, jatah adalah fenomena pergumulan sengketa darah dalam kantor general oil yang tetap kuat berdiri, tipuan kalam verbal serta literasi menyodomi, hingga pada akhirnya gelakmu seperti lelucon sinetron yang kau biayai dengan ribuan propaganda, layaknya Sartre, mencipta perhelatan dunia sebagai tempat mengada, serta dalih, yang kau ciptakan atas nama stabilisasi, yang memakan lebih banyak berita obituary, selama dentuman meriam belum membahana dalam lubang telingamu, sebelum pekik balita dengan peluru yang bersarang dalam jantungnya, kau takkan pernah merasa puas mengakali, kau sama sekali takkan pernah merasa puas mengakali.  

Revolusi ini adalah perang yang takkan pernah kita menangkan.  

Geliat kata, geliat jiwa, geliat makna. Rentetan peluru bersarang sudah, mengobrak-abrik pion kejayaan kalian sendiri. Kata bagimu adalah menyeratakan asumsi bahwa bongkahan otak tidak lebih penting daripada gundukan tai dicelanamu, jiwa, dan jiwa bagimu adalah seberapa banyak nyawa yang kau pisahkan dari raga, makna bagimu adalah kekuasaan emperor, mengebiri hak civil berdalih terror, dalam propaganda tabung TV, gerakan penyeragaman tai anjing, tai anjing yang kalian imani. 

Dan aku adalah : ujung peluru, yang tanpa microphone sekalipun, akan menghujam jantungmu!. 
*) judul dari album kompilasi kaset indie bandung


Comments

Popular posts from this blog

Untuk : Amandha anjaswatie handanie

Nda yang aku cintai… Aku hanya ingin mengungkap cinta hatiku padamu nda, sejauh ini…sepanjang roman yang kumiliki hingga hari ini…dan nafas, yang menyimpan seribu pengakuan. Aku memilih nafas untuk mengendapkan seluruh yang aku rasakan, sebaik-baiknya perasaan, sebab nafas tak memilih perasaan apapun tapi menyimpan kepekaan yang dalam, aku sering mengenali dari nafasmu nda, saat kita sedekat kemarin. Aku selalu ungkapkan apa yang aku rasakan padamu, disiang hari dan malam saat hening, aku selalu ingin nda tahu bagaimana aku merangkak dalam kepekatan. Bolamata school yang menjaga nafas idealisme masa lalu itu sudah tidak serupa bayanganku, ia terlalu berat menanggung kepekaannya sendiri. Nda tahu kan bahwa ada banyak orang yang pergi karena mereka terlalu berat menanggung cinta yang nisbi, cinta yang tidak dapat mereka peroleh dimana-mana, cinta yang hanya serupa gaung, cinta yang membuat mereka selalu menderita, cinta yang seperti roman fiksi dalam literasi. Sebagian menganggapnya bahw...

Sudahlah, tak ada apapun untuk bercermin…

Langit seperti tanaman hias yang membentang Menyerupai kolam berisi koi dan mujaer Di pematang, tuhan berjalan Bersama para belut dan binatang lumpur Tetapi laut dipenuhi katak dan belalang berenang Lalu mobil lalu-lalang Awan berdeburan bersama para peselancar yang Keringatnya menyerupai buih solar dan lotion pelumas Gunung, pada dataran yang aneh, sepadan dengan garis laut Hiruk pikuk bersama tante gemerlap yang belanja ayam siap saji Ada kota, yang kita sebut kota sebagai tempat paling beradab Tempat segala ada, ada segala tempat, tempat ada segala Semen basah, serok memupuk organ belukar menjadi beton Diujung langit sana, tinggi, tinggi sekali Para pelancong melancong sesuatu yang semestinya tidak dilancong Pengembara dari belahan bumi masghul, sebab tanah ini adalah tanah Pribumi yang dahulunya sebagai pelancong, kemudian mereka congkak Bangsat bertepi disisian waktu Merona karena alat kelaminnya menyerupai wajah lutung menyeringai Wajah-wajah menyepuh lantaran ketahuan sedang org...

Begitulah kota

Selamat datang dimimpi masa depan Dengan ribuan ruang inap berderet-deret Menyetubuhi alam dengan jutaan sinar malam hari Seolah malam tak pernah didambakan Begitulah kota. Dari sini, dari ketinggian sebuah gedung Aku melihat kamu dan jutaan kehidupan dibawah sana; mereka tidak pernah menepi, berdesak-desakan, dan melabrak nasib pada dinding-dinding kota. Begitulah kota, sayangku. Kota selalu menolak malam; ia selalu hidup, bergairah, muda, ketat dan sexy; seperti matamu. Kota juga berbahaya; sebab ia tak kenal siapapun; ia hanya tahu bahwa dialah sebuah ambisi nyata. Dan begitulah kota. Begitulah kota sayangku,  dengan ribuan gedung-gedung sombong dan jutaan kerlap-kerlip penghibur.  Kota tak mengenalku sayang, hanya kamu. Maka, yang menarik dari kota ini hanyalah, karena kamu tinggal didalamnya. Dan, begitulah aku. Jakarta, 2011 Agusgoh.